OPTIMISASI MRA TIME OF FLIGHT DAN PHASE CONTRAST
Original Post by : Eka Juliantara
MRA
adalah visualisasi karakteristik pembuluh darah serta aliran darah dengan
menggunakan pesawat MRI. Prosedur MRI dan MRA merupakan pemeriksaan
komprehensif yang menggambarkan anatomi pembuluh darah (angiographic like),
aliran darah serta deteksi kelainan-kelainan pada jaringan perivaskuler dan
organ target. MRA bukanlah prosedur yang dapat berdiri sendiri dan perannya
tidak dapat dipisahkan dari pemeriksaan imejing lain seperti ultrasonografi
(USG), CT angiography (CTA), MRI dan conventional angiography (CA). Gold
standard untuk berbagai manifestasi penyakit penyakit vaskuler adalah CA, suatu
prosedur yang invasif, mahal dan mengandung resiko tinggi.
Penggunaan MRA menjadi pemeriksaan rutin dalam menegakkan
diagnosa dengan menggunakan modalitas MRI. Klinis yang dapat ditegakkan dengan
MRA semakin luas dan menyebar, oleh
karena itu perlu dikembangkan secara terstruktur mengenai sekuens khusus MRA,
teknik pemeriksaan dan protokolnya. Saat ini MR Angiografi dihadapkan dengan
banyaknya macam protokol MRA baru dan pengembangan protokol lama. Berbagai
macam protokol tadi memilki pengaturan sendiri dengan mengeluarkan program
software baru. Hal baiknya adalah sebagian besar teknik yang baru tersebut
dapat dengan mudah dikenali karena teknik tersebut hanya melakukan sedikit
variasi dan pengembangan dari teknik dasar MRA.
Sebagian besar konsep teknik dasar MRA diambil dari modifikasi konsep
pemeriksaan MRI rutin, yang sebagaian besar radiografer sudah terbiasa dengan
konsep dasar tersebut.
Terminologi MRA dapat dipakai pada sebagaian besar
pemeriksaan MRI yang hasil citranya dibentuk berdasarkan perbedaan antara
nuklei yang berjalan “flowing spin” dan nuklei yang diam “stationary spin”.
Hampir semua citra MRA dihasilkan karena perbedaan kontras jaringan darah
“moving spin” dan “stationary spin” yaitu jaringan dibelakangnya
A.
Bagaimana cara menghasilkan citra pembuluh darah?
Pada pemeriksaan MRI rutin (seperti pemeriksaan yang menunjukkan gray matter dan white matter pada otak) terdapat dua mekanisme utama dari perbedaan kontras jaringan
yaitu T1 dan T2. Pada MR Angiografi juga menggunakan dua pendekatan utama yaitu
Time Of Flight (TOF) dan phase kontras (PC). Pendekatan TOF tergantung pada
mekanisme pembobotan T1 sedangkan pendekatan PC lebih ditekankan pada
pembobotan T2.
Keuntungan dan keterbatasan pada masing-masing tipe sekuens
MRA terbukti dapat sangat membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosa. Ini
sangat tepat kita menggunakan protokol khusus (seri protokol MRA) yang
ditujukan hanya yang dibutuhkan pasien saja. MRA adalah teknologi yang
interaktif. Dimulai dengan meninjau riwayat pasien (yang berhubungan dengan
kecepatan aliran darah dan karakteristik aliran berdasarkan patologinya),
dilanjutkan dengan memilih sekuens yang tepat dan diakhiri dengan melakukan
prosesing dan filming yang tepat pula.
Untuk menampakkan pembuluh darah berbeda antara MRA dan
Angiografi konvesional. Di dalam konvensional angiografi dengan menggunakan sinar-X, kateter dimasukkan kedalam pembuluh darah tertentu dan
kemudian disuntikkan media kontras kedalam pembuluh darah tersebut. Sesuai
dengan aliran darah media kontras menggantikan darah dalam pemubuluh tersebut.
Media kontras didalam pembuluh darah ini membentuk citra lumen pembuluh darah,
aliran darah tidak lancarpun citra tetap akan terbentuk. Mekanisme ini berbeda
dengan konsep MRA.
MRA adalah rekaman fisiologis aliran darah. Jika tidak ada aliran darah, tidak akan
terbentuk citra pembuluh darah. Dan jika terdapat gangguan pola aliran darah
atau sering disebut stenosis, maka akan dihasilkan kekacauan dalam rekaman di area tersebut, dimana sinyal vaskuler akan berkurang
bahkan hilang. Dalam X-Ray Angiografi menghasilkan citra alur anatomi lumen
pembuluh darah. MRA tidak demikian, dalam MRA sama sekali tidak melukiskan
lumen pembuluh darah. MRA merekam
pergerakan aliran darah didalam pembuluh.
B.
Dark
blood “Flow-void” MRA
Dark
Blood (DB) MRA adalah contoh sempurna untuk
menggambarkan proses yang berlawanan antara X-ray konvensional angiografi dan
MRA. Teknik citra darah tampak gelap ini juga dikenal sebagai teknik aliran
kosong
(flow-void), darah sama sekali tidak
tergambar. DB MRA ini dapat disimpulkan ketika citra tidak dapat ditampilkan
karena tidak ada sinyal sama sekali dalam pembuluh darah. DB MRA paling sering
menggunakan dasar dari teknik spin – echo. Meskipun begitu citra terbaik dari
DB dapat diperoleh dari susunan tipe magnet yang lebar dan kekuatanya (tesla)
nya tinggi. Keuntungan dari DB MRA ini adalah spin echo hanya di produksi
ketika jaringan mendapatkan dua intervensi yaitu pertama saat dieksitasikan
pulsa RF 90° dan yang berikutnya adalah saat mendapatkan pulsa refokusing 180°.
Jika jaringan mendapatkan intervensi pulsa 90° tetapi tidak pernah mendapatkan
intervensi pulsa kedua sebesar 180° maka tidak akan ada echo. Hasilnya adalah
area pada pemeriksaan MRI tersebut akan tidak ada sinyal sama sekali. Hilangnya
sinyal tersebut disebut dengan “aliran – kosong”.
Jaringan harus mendapatkan dua intervensi yaitu pulsa RF
90° dan pulsa RF 180° pada irisan yang sama untuk memperoleh sinyal. Hal
tersebut dikarenakan pulsa RF digunakan untuk mengatur fenomena echo dalam
pemilihan slice. Akibatnya adalah jaringan pada irisan yang sama harus
mendapatkan dua intervensi RF yang cukup panjang yaitu pulsa RF 90° dan 180°
jadi jika terdapat pergerakan aliran darah pada irisan tersebut dan mendapatkan
dua intervensi pulsa RF 90° dan 180° darah akan memberikan sinyal. Pembuluh
darah akan nampak hitam berbeda dengan jaringan disekitarnya yang akan nampak
normal, cerah, karena sinyal yang kuat. Sejak jaringan yang diam ini memberikan
karakteristik sinyal yang normal, citra DB MRA sering memberikan kemampuan
dalam menggambarkan lumen pembuluh darah dan otot dari dinding pembuluh darah
tersebut. Ini berarti pencitraan teknik DB MRA dapat menggambarkan
gumpalan/bekuan atau plak dengan dinding pembuluh darah.
C.
Teknik Penekanan /
Supresi Background
Ada dua teknik utama dalam manampakkan “darah tampak
cerah” pada MRA. Teknik yang pertama yaitu dengan menggunakan Time Of Flight
(TOF) MRA, lebih kepada melakukan suppresi citra pada latar belakang pembuluh darah.
Teknik suppresi latar belakang yang dibahas pada bab ini yaitu teknik
memperkecil intensitas sinyal pada jaringan latar belakang pembuluh darah,
dengan memperkecil sinyal tersebut maka proses matematis substraksi tidak akan
terbentuk secara sempurna. Darah “tampak cerah” sinyal aliran darah yang
menyengat akan terlihat berlawanan dengan latar belakang yang tampak gelap
karena jaringan yang tidak bergerak. Teknik suppresi latar belakang ini jangan
pernah dicoba dengan menghilangkan seluruhnya sinyal dari jaringan statis,
dengan hanya memperkecil sinyal latar belakang tersebut sudah dapat membuat
jaringan dibelakang pembuluh darah tidak terliuhat dengan jelas sedangkan darah
akan tampak cerah/menyengat.
D.
Teknik
Time Of Flight
Time
Of Flight belakangan ini menjadi tulang punggung dalam MRA diagnostik. Dalam
TOF MRA, volume pencitraan diberikan pulsa dengan cepat sehingga hanya sebagian
kecil dari magnetisasi longitudinal jaringan yang mendapatkan kembali pulsa
eksitasi. Ketika hanya sebagian dari sinyal T1 dari suatu jaringan yang dapat
direcovery diantara dua pulsa yang diberikan, maka akan memungkinkan untuk
menghasilkan suatu “loss of signal’ atau menurunnya intensitas dalam suatu
volume pencitraan. Fenomena ini disebut sebagai suatu Saturasi (saturation).
Otot,
kartilago, dan jaringan lainnya yang termasuk di dalam volume pencitraan dengan
cepat akan menjadi tersaturasi dan kemudian akan kehilangan sebagian besar dari
intensitas sinyal mereka.Namun pergerakan dari aliran darah dalam volume
pencitraan akan menghasilkan intensitas sinyal yang tinggi akibat aliran yang
masuk dan bergerak secara cepat dalam volume pencitraan.
Teknik
ini menggambarkan spin molekul air yang bergerak dalam pembuluh darah. Pembuluh
darah akan tampak lebih terang (bright)
ketika ada pasokan spin terus menerus pada bidang pencitraan (inflow effect). Teknik ini menggunakan
sekuen gradien echo dengan TR yang pendek (30–50 ms) dan flip angle 20–40O
untuk gambar 3D dan 50O atau lebih untuk gambar 2D. Penggunaan TR
yang pendek mengakibatkan pemulihan magnetisasi longitudinal tidak menjadi
maksimal karena T1>TR. Proton yang tidak bergerak di daerah irisan akan
mengalami saturasi akibat radiofrekuensi yang terus berulang, sehingga hanya
akan memberikan sinyal yang sangat lemah dan akan memperlihatkan gambaran yang
“dark”. Penggunaan TR yang pendek mengakibatkan magnetisasi longitudinal terus
menurun. Sementara darah yang mengalir melewati daerah irisan tidak akan
mengalami saturasi karena sifatnya yang terus mengalir. Akibatnya, darah yang
mengalir tersebut akan memberikan gambaran “bright”.
1. 3D Time-Of-Flight MRA
Teknik
ini menawarkan angiografer suatu pendekatan praktis dalam suatu akusisi yang
cepat serta resuolusi citra yang sangat tinggi. Pendekatan ini sangat berguna
untuk pencitraan struktur anatomi dengan kecepatan aliran pembuluh darah yang
sangat cepat. Dan teknik ini biasanya
sangat berguna ketika kecepatan aliran darah yang kompleks dan ke
berbagai arah. 3D TOF MRA merupakan pendekatan akusisi volumetrik. Sekuen
pencitraan ini didesain untuk mengeksitasi suatu ketebalan dari volume (3-6cm)
dan kemudian membagi lagi volume tersebut menjadi beberapa jumlah kecil partisi
dengan ketebalan 1mm setiap bagiannya. 3D sekuensial memberikan peningkatan
pada SNR bila dibandingkan dengan teknik pencitraan 2D. menggunakan teknik 3D mengakibatkan
peningkatan SNR sebesar akar kuadrat dari jumlah bagian dalam volume 3D yang
dibagi. Sebagai contoh 1 mm pagian dari 64 mm 3D volume akan memiliki sinyal 8
kali lebih tinggi dibandingkan dengan 1 mm pada teknik 2D MRA.
2. 2D Sequential Time Of Flight MRA
Variasi lain teknik TOF adalah 2D sekuensial
TOF. Mekanisme ini jauh lebih tidak rentang terhadap efek saturasi vaskuler.
Teknik ini memerlukan satu set irisan tipis 2D (50-80). Sebagian besar teknik
pencitraan dua dimensi (seperti teknik pada pencitraan abdomen dan knee)
memerlukan raw data dari slice pertama. Kemudian slice berikutnya mengikuti
slice pertama dan begitu seterusnya, hal ini berarti setiap slice dalam volume
pencitraan di eksposi dengan eksitasi radiofrekuensi berulang kali melalui
akuisisi pencitraan.
Teknik
ini memastikan bahwa sinyal vaskuler dalam suatu slice yang tidak akan tersaturasi (atau tersaturasi sebagian)
dengan mendapatkan pulsa eksitasi RF yang beulang kali seperti aliran darah
yang melalui slice proximal. Ketika darah melewati suatu irisan 2D diasumsikan
irisan MRA adalah diposisikan tegak lurus terhadap aliran dari darah hanya
memerlukan mentransfer suatu irisan yang tipis 2 atau 3 mm, maka kemungkinan
kecil aliran darah tersebut masih tetap berada dalam slice tersebut untuk
menjadi tersaturasi. Oleh karena itu, 2D sekuensial TOF bisa memvisualisasi
aliran vena yang lambat sama seperti memvisualisasi aliran arteri yang cepat.
Meskipun 2D TOF memliki kemampuan untuk melakukan pencitraan pada pergerakan
yang cepat dan pergerakan lambat dari suau aliran darah, teknik ini sangat
rentan dari resolusi yang rendah. Konsekuensinya ketika akuisis 2D
diproyeksikan pada suatu sisi (contoh ketika viewing sebuah akusisi reformat
irisan axial kedalam sebuah MIP sagital maka akan menghasilkan citra dengan
hasil sedikit kasar. Oleh karena itu diperlukan faktor teknik lain yang ahrus
diperhatikan ketika memilih antara 2D TOF dan 2D TOF. 2D TOF MRA memiliki
kecenderungan berperan dalam timbulnya area yang lebih luas pada sinyal lost
dalam kaitannya pada stenosis. Hal tersebut dapat meningkatkan suatu keparahan
patologi dengan mengkombinasikan parameter 2D TOF waktu TE yang minimum, slice
encoding gradient yang lebih kuat da ukura voxel yang lebih besar dalam sebuah
slice dengan ketebalan 2-3 mm.
2D
dapat dengan baik mencitrakan suatu anaotmi pada area yang lebih luas
dibandingkan 3D TOF (contoh, suatu slab axial 3D TOF yang setinggi bifurcasio
carotis hanya dapat mencakup 5 cm dari anatomim, sedangkan suatu seri dari 80 irisan axial 2D TOF dapat menyediakan
gambaran 12 cm dari pembuluh darah leher dengan waktu akuisisi yang sama.
Dapat
disimpulkan 2D TOF bisa menggambarkan area anatomi yang lebih luas, namun
rentan terhadap resolusi rendah, sedangkan 3D TOF menghasilkan citra dengan
resolusi yang tinggi, namun cenderung rentang terhadap sinyal lost dari
pergerakan vaskuler yang cepat
3. 3D Sequential Multi Slab TOF MRA
Dua keuntungan besar dari teknik 3D TOF adalah
kemampuan menghasilkan citra dengan resolusi tinggi dan kecenderungan untuk
tidak melewatkan gambaran stenosis. Kemudian dua keuntungan dari menggunakan 2D
TOF adalah kemampuan untuk menggambaran dengan jelas anatomi pada area yang besar serta kemampuan
untuk mencitrakan pergerakan aliran darah yang lebih lambat dibandingkan dengan
pencitraan 3D TOF slab. Teknik 3D multi slab (3D MS) kombinasikan keuntungan
dari kedua teknik 2D dan 3D TOF MRA). Dalam teknik 3D MS beberapa slab tipis
yang overlapping (16-32 partisi yang masing-masing terdiri dari 1 mm)
dihasilkan dalam suatu sekuens dan kemudlian slice center dari keseluruhan slab
dikombinasikan untuk membentuk data suatu proses MIP. 3D sekuensial multi slab
sama seperti 2D sekuensial dalam hal kombinasi slice tipis yang banyak, dimana
3D slab yang tipis dalam hal ini mengambil keuntungan dari fakta bahwa volume
eksitasi yang tipis cenderung lebih tidak rentan terhadap staurasi dari sinyal
vaskuler. 3D multi slab mengkombinasikna resolusi spasial yang tinggi (TE yang
pendek) dari 3D TOF dengan area coverage yang lebih besar. 3D MS dengan kesuksesan
mengkombinasikan parameter dari kedua teknik TOF tersebut dapat mencapai suatu
derajat yang baik dalam clinical acceptance.
E.
Phase
Contrast MRA
Phase
contrast (PC) MRA sekuens didesain untuk sensitif terhadap perbedaan sifat dari
magnetisasi tranversal (tingkat T2 phase lispersion) yang terjadi antara
jaringan diam dan bergerak. Sekuens PC MRA menghitung jumlah speed yang
mengalami phase shift dan menunujukkan spin yang bergerak dalam suatu kontras
terhadap jaringan background (jaringaan diam). Tingkat dari phase shifting
dalam hal flow encoding gradien secara langsung tergantung pada kekuatan dari
gradient dan kecepatan pada spin yang bergerak. Spin disituasikan pada tempat
yang berbeda sepanjang pemberian gradien yang berbeda kekuatannya. Dalam hal PC
MRA, sepasang flow encoding gradien digunakan (menghasilkan sepasang citra
untuk substraksi). Flow encoding gradien ini menjadikan akuisisi sensitif
terhadap pergerakan yang terjadi sepanjang bidang dari gradient masing-masing
pasangan dari flow encoding gradient sensitive terhadap aliran hanya dalam
sutau bidang. Contohnya sebuah flow encoding gradient set hanya sensitif
terhadap aliran kanan/kiri atau
kiri/kanan, tetapi tidak terhadap aliran atas/bawah. Konsekuensinya sekuens
harus dibuat dalam multiple pairs dari flow encoding gradient untuk dapat
memvisualisasikan multi directional (compleks area dari anatomi vaskuler)
dikarenakan scan time yang meningkat pada setiap penambahan flow encoding
gradient akuisisi 3D PC MRA akan selalu memakan waktu lebih lama dibandingkan
dengan akuisisi 3D TOF.
Phase-contrast
(PC) angiografi merupakan teknik “bright blood” lainnya yang menggunakan
gradien bipolar (flow-encoding). Dengan memilih polaritas dan amplitude
gradient, maka operator dapat memilih arah aliran dan kecepatan aliran yang
akan diperiksa. Teknik ini memungkinkan untuk mengukur kecepatan aliran pada
semua voksel. Sekuen phase-contrast merupakan sekuen gradient echo dengan TR
10-20 ms dan TE 5–10 ms. Bipolar gradient diberikan diantara pemberian
radiofrekuensi dengan saat pembacaan sinyal.
Flow-encoding
gradient menyebabkan pergeseran fase pada spin proton yang bergerak namun tidak
mempengaruhi spin proton yang diam. Pergeseran tersebut sebanding dengan
kecepatan aliran sehingga dengan mengetahui nilai pergeseran tersebut maka
kecepatan aliran darah dapat dihitung berdasar amplitude bipolar gradient yang
digunakan.
Efek
flow-encoding gradient pada spin proton yang menerima kedua sinyal bipolar
dapat diabaikan karena sinyal kedua meniadakan efek sinyal pertama. Situasi
berbeda terjadi pada spin proton yang mengalir selama bipolar gradient
diberikan. Karena posisinya yang berbeda, maka efek sinyal pertama terhadap
spin proton yang mengalir tidak akan dihilangkan oleh sinyal kedua, sehingga
terdapat pergeseran fase yang persisten.
Satu
dari citra dalam pasangan tersebut akan memliki flow encoding gradient dalam
arah positif dan yang kedua “mirror image” akan memiliki gradient yang terbalik
kearah negative. Data citra dari satu pasangan tersebut akan disubstraksi
dengan citra lainnya (bayangannya), maka citra substraksi akan dihasilkan.
Untuk mencapai sensitifitas pada semua aliran di ketiga arah, setiap scan harus
mengaktifkan tiga pasang flow sensitive gradient (6 pasang raw data yang akan
memakan waktu lama dibandingkan 3D TOF). Flow encoding gradient tidak memiliki
efek pada objek yang diam. Spin yang bergerak, akan memeperlihatkan sisa sinyal
ketika pasangan dari flow encoded raw data citra disubstraksi, hanya pembuluh
darah yang akan ditampilkan pada substraksi citra. Sekuens phase contras (2D PC
dan 3D PC) memiliki kemampuan untuk menghasilkan citra MRA sebelum dan sesudah
injeksi.
1. 2D Phase Contrast
Teknik
2D phase contrast (2D PC) berdasar pada akuisisi dan irisan 2D yang tebal
(semua irisan 2D PC biasanya sama tebalnya dengan 3D slab, sebagi contoh slice
2D PC 3-8cm). proyeksi dari 2D PC terbatas hanya pada bidag dimensional yang
sama seperti yang telah dihasilkan (contoh ketika yang dihasilkan dengan axial
citra yang dihasilkan adalah citra axial yang tidak dapat direformat kedalam
citra sagital atau coronal), kekuatan dari “thick slice” ini adalah kecepatan
akuisisnya. Ketika ketebalan dari volume eksitasi tidak dibagi menjadi bagian
yang lebih kecil (seperti pada akuisisi 3D volume, waktu yang diperlukan untuk
encoding spatial secara substansi akan menurun).
Sekuens
phase contras juga memerlukan pengaturan dari operator (preselect sebelum
scanning dilakukan) range dari kecepatan aliran darah untuk visualisasi
oprtimal dari vessel of interens dapat dikatakan operator harus menentukan untuk memvisualisasi struktur arteri yang
bergerak cepat atau struktur vena yang bergerak lambat. Preselection ini disebut
sebagia pememilihan velocity encoding factor (VENC) atau pada beberapa alat
disebut sebagai optimum velocity (V-Opt).
2. Velocity Encoding
Faktor
pencitraan yang menentukan range optimum dari kecepatan aliran darah pada
sekuen PC MRA adalah velocity – encoding- factor (VENC juga disebut optimum
velocity). Pemilihan V-Opt 20 cm/sec misalnya, dapat menyebabkan aliran darah
yang memiliki kecepatan 20 cm/sec akan menjadi maksimum pixel intensity (paling
terang) tetap harus diperhatikan bagaimanapun untuk memilih suatu V-Opt yang
lebih besar dari velocity peak bagaimanapun dianjurkan untuk memilih V-Opt yang
sedikit lebih besar dari kecepatan puncak aliran darah dalam volume yang
diperiksa. Sebagai contoh dimana operator mengantisipasi kecepatan renal arteri
yang mengalir tidak lebih cepat dari 35 cm/sec maka operator memilih V-Opt 40
cm/sec. Perhatian besar harus diberikan untuk pemilihan V-Opt yang optimal
akibat dari sinyal aliran darah yang lebih besar pada V-Opt yang dipilih.
Misalnya, ketika memilih 40 cm/sec dari VENC, sedangkan kecepatan asli adalah
42cm/sec, maka sinyal akan mengalami alisasing atau wrap around.
Komentar
Posting Komentar